http://www.cursors-4u.com/cursor/2013/03/01/firefly-pointer.html

PENDIDIKAN UNTUK KEHIDUPAN




Berbicara tentang pendidikan kita semua pasti sudah tahu bahwa betapa pentingnya pendidikan tersebut. Pendidikan, kemampuan, pengetahuan merupakan salah satu modal yang kita miliki untuk hidup di zaman yang serba sulit ini. Mengapa dikatakan demikian?
Kita tentu sudah bisa menjawabnya, apa hal pertama yang dilihat bila kita ingin mengajukan surat lamaran perkerjaan? Apa yang kita butuhkan ketika ingin memulai suatu bisnis atau usaha?.

Tentu saja pendidikan, kemampuan, wawasan dan pengetahuanlah yang kita butuhkan. Di dalam bangku pendidikan banyak sekali hal yang kita dapatkan.Tetapi entah mengapa banyak sekali warga di Indonesia ini yang tidak mengenyam bangku pendidikan sebagaimana mestinya, khususnya di daerah-daerah terpencil di sekitar wilayah Indonesia ini. Sepertinya kesadaran mereka tetang pentingnya pendidikan perlu ditingkatkan.
Sebagaimana yang diungkapkan Daoed Joesoef tentang pentingnya pendidikan : “Pendidikan merupakan segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia” Dan tentulah dari pernyataan tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan.
 Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, karna seperti yang kita ketahui bahwa suatu Pendidikan tentunya akan mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas baik dari segi spritual, intelegensi dan skill dan pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan.
Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidik harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka tentunya peningkatan mutu pendidikan juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu bangsa. Kita ambil contoh Amerika, mereka takkan bisa jadi seperti sekarang ini apabila –maaf– pendidikan mereka setarap dengan kita. Lalu bagaimana dengan Jepang? si ahli Teknologi itu? Jepang sangat menghargai Pendidikan, mereka rela mengeluarkan dana yang sangat besar hanya untuk pendidikan bukan untuk kampanye atau hal lain tentang kedudukan seperti yang–maaf– Indonesia lakukan. Tak ubahnya negara lain, seperti Malaysia dan Singapura yang menjadi negara tetangga kita.

Mungkin sedikit demi sedikit Indonesia juga sadar akan pentingnya pendidikan. Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei menitikberatkan atau mengambil tema pendidikan karakter untuk membangun peradaban bangsa dan seperti yang diberitakan bahwa Kementrian Pendidikan Nasional telah berusaha sebisa mungkin dan maksimal untuk membangun karakter pendidikan  sesuai dengan yang dicita-citakan. Namun apakah pendidikan karakter ini bisa mengubah masalah-masalah yang sering kita hadapi dalam dunia pendidikan?

Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, banga dan negara” Namun satu pertanyaan, sudahkah pendidikan kita seperti yang tercantum dalam UU tersebut?


sumber :
belajarpsikologi.com
universitas islam as-assyafiiyah magister teknologi pendidikan 2018

DIFUSI, INOVASI DALAM PEMBELAJARAN






Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers (1983) mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial (the process by which an innovation is communicated through certain channels overtime among the members of a social system). Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda tersebut.
Dari kedua padanan kata di atas, maka Difusi Inovasi adalah suatu proses penyebar serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk merubah suatu masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke tempat yang lain, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang berikut, dari suatu bidang tertentu ke bidang yang lainnya kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.
Tujuan utama dari difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi (ilmu pengetahuan, tekhnologi, bidang pengembangan masyarakat) oleh anggota sistem sosial tertentu. Sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi sampai kepada masyarakat.
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.

Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd  Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
1.    Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2.    Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan
a.    tujuan diadakannya komunikasi dan
b.    karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3.    Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam;
a.    proses pengambilan keputusan inovasi,
b.    keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan
c.    kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
d.    Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama
4.    Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup
a)      atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion),
b)      jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions),
c)      saluran komunikasi (communication channels),
d)     kondisi sistem sosial (nature of social system), dan
e)      peran agen perubah (change agents).

Difusi Inovasi realisasi diri sangat dibantu oleh kritik intelektual. Itulah mengapa,
seperti yang kami nyatakan dalam Kata Pengantar kami, itu sehat untuk bidang difusi sekarang
menghadapi kritik yang dikemukakan selama tahun 1970-an.
Pro-Inovasi Bias Penelitian Difusi  Salah satu kekurangan yang paling serius dari penelitian difusi adalah pro bias inovasi. Masalah ini adalah salah satu bias pertama yang harus diakui.
nized (Rogers dengan Shoemaker, 1971, pp. 78-79), tetapi sangat sedikit, pada
Setidaknya sejauh ini, telah dilakukan untuk memperbaiki masalah ini.
Apa pro-dalam bias inovasi? Mengapa ada dalam penelitian difusi? Kenapa tidak
sesuatu yang sedang dilakukan tentang hal itu? Dan apa yang bisa dilakukan?
Itu bias pro-inovasi adalah impl ikasi dari sebagian besar difusi penelitian bahwa suatu inovasi harus disebarkan dan diadopsi oleh semua anggota sistem sosial, bahwa itu harus menyebar lebih cepat, dan bahwa inovasi seharusnya tidak diciptakan kembali atau ditolak.
Jarang bias pro-inovasi dengan lugas menyatakan dalam difusi publikasi. Sebaliknya, bias diasumsikan dan tersirat. Kekurangan ini pengakuan dari bias pro-inovasi membuatnya terutama masalah beberapa dan berpotensi berbahaya dalam pengertian intelektual. Bias mengarah peneliti difusi untuk mengabaikan studi ketidaktahuan tentang innova-
tions, untuk meremehkan penolakan atau penghentian innovations, untuk mengabaikan penemuan ulang, dan gagal untuk mempelajari obat anti-depresi dirancang untuk mencegah difusi "buruk" inovasi (seperti mariyuana atau obat-obatan atau rokok, misalnya). Hasil bersih dari bias pro-inovasi dalam penelitian difusi adalah bahwa kita telah gagal untuk belajar tentang aspek-aspek difusi yang sangat penting; apa yang kita ketahui
tentang difusi tidak perlu terlalu terbatas.
Kontribusi dan Status Difusi Penelitian Hari Ini
Status penelitian difusi saat ini sangat mengesankan. Selama 1960-an
dan 1970-an, hasil penelitian difusi telah dimasukkan dalam
buku pelajaran dasar dalam psikologi sosial, komunikasi, hubungan publik
tions, periklanan, pemasaran, perilaku konsumen, sosiologi pedesaan,
dan bidang lainnya. Kedua praktisi (seperti agen perubahan) dan teori
warga telah menganggap difusi inovasi sebagai bidang yang bermanfaat
pengetahuan ilmu sosial. Banyak lembaga pemerintah AS memiliki
divisi yang dikhususkan untuk menyebarkan inovasi teknologi kepada publik
atau kepada pemerintah lokal; contohnya adalah Departemen Trans
portasi, National Institutes of Health, Departemen AS Pertanian, dan Departemen Pendidikan AS. Ini sama agen federal juga mensponsori penelitian tentang difusi, seperti halnya National Science Foundation dan sejumlah yayasan swasta. Kita
sebelumnya telah membahas aplikasi pendekatan difusi di pengembangan pertanian dan program keluarga berencana dalam bahasa Latin Amerika, Afrika, dan Asia. Lebih lanjut, sebagian besar perusahaan komersial memiliki departemen pemasaran yang bertanggung jawab untuk menyebarkan baru produk dan aktivitas riset pasar yang melakukan penyebaran difusi instigations untuk membantu upaya pemasaran perusahaan. Karena di-
novasi sedang terjadi di seluruh masyarakat modern, aplikasi dari teori dan penelitian difusi ditemukan di banyak tempat. Penelitian difusi, dengan demikian, telah mencapai posisi yang menonjol untuk hari. Seperti itu tidak selalu terjadi. Beberapa tahun lalu, dua anggota dari persaudaraan penelitian difusi, Fliegel dan Kivlin (1966b),menyatakan bahwa bidang ini belum menerima perhatian yang layak dari siswa perubahan sosial: "Difusi inovasi memiliki status anak haram berkenaan dengan kepentingan orang tua dalam sosial dan budaya
perubahan: Terlalu besar untuk diabaikan tetapi tidak mungkin diberikan pengakuan penuh. Status penelitian difusi telah sangat meningkat di mata Kesan mereka paling langsung berdasarkan tulisan La Piere (1965) dan Moore (1963, pp. 85-88).
ALASAN UNTUK BIAS PRO-INOVASI
Bagaimana bias pro-inovasi disuntikkan dalam  pencarian? Sebagian alasannya adalah sejarah. Tidak diragukan lagi, jagung hibrida adalah
menguntungkan untuk masing-masing petani Iowa di Ryan dan Gross (1943)
* Kasus bias pro-inovasi yang lebih umum mungkin adalah apa yang disebut Nelkin (1973)
"Perbaikan teknologi", ketergantungan berlebihan pada inovasi teknologi untuk memecahkan masalah. masalah sosial yang dijabarkan. Sebuah ilustrasi adalah penggunaan metadon untuk "memecahkan" masalah kecanduan heroin di Amerika Serikat pada 1970-an.

Kontribusi dan Kritik Penelitian Difusi
belajar, tetapi kebanyakan inovasi lain yang telah dipelajari tidak ada
tingkat keuntungan relatif yang sangat tinggi ini. Banyak individu, untuk kebaikan mereka sendiri, seharusnya tidak adopsi mereka. Mungkin jika bidang yang berbeda penelitian fusi belum dimulai dengan pertanian yang sangat menguntungkan.
novasi pada tahun 1940-an dan 1950-an, bias pro-inovasi akan terjadi dihindari, atau setidaknya diakui dan ditangani dengan benar.
Apa yang menyebabkan bias pro-inovasi dalam penelitian difusi?
1. Banyak penelitian difusi didanai oleh agen perubahan;
mereka memiliki bias pro-inovasi (dimengerti, karena mereka berada di bisnis mempromosikan inovasi) dan sudut pandang ini sudah sering diterima oleh banyak peneliti difusi yang karyanya mereka sponsor, yang mereka panggil untuk konsultasi tentang masalah difusi mereka dan siswa yang dapat mereka pekerjakan.
2. Difusi "Sukses" meninggalkan tingkat adopsi yang bisa secara retrospektif diselidiki oleh peneliti difusi, sementara Difusi yang berlebih tidak meninggalkan jejak yang terlihat yang bisa sangat mudah belajar. Misalnya, ditolak dan / atau inovasi yang dihentikan
tidak begitu mudah diidentifikasi dan diselidiki oleh peneliti oleh interrogating para rejectors dan / atau discontinuers.
Bagaimana inovasi penelitian dipilih dalam penelitian difusi?
Ada dua cara utama yaitu :
1. Kadang-kadang sponsor penyelidikan datang ke difusi
peneliti dengan inovasi tertentu (atau kelas inovasi) Difusi Inovasi sudah ada dalam pikiran. Misalnya, pabrikan komputer rumah dapat meminta peneliti difusi untuk mempelajari bagaimana produk ini difusing, dan, atas dasar temuan penelitian berikutnya, sediakan rekomendasi perbaikan untuk mempercepat proses difusi. Atau pemerintah federal
lembaga ernment dapat menyediakan dana untuk difusi berbasis universitas peneliti untuk proyek penelitian tentang difusi teknologi inovasi kepada pemerintah lokal; sebuah ilustrasi dipromosikan secara federal inovasi seperti Dial-A-Ride, yang diadopsi dan diimplementasikan oleh agen transportasi lokal (Rogers et al, 1979b).
2. Dalam banyak kasus lain, peneliti difusi memilih innovations studi (dengan sedikit pengaruh dari sponsor penelitian) pada dasar dari inovasi yang terlihat menarik secara intelektual ke penunggu. Jika semuanya sama, peneliti kemungkinan akan memilih
untuk inovasi penelitian yang memiliki tingkat adopsi yang relatif cepat
tion. Inovasi semacam itu sering dianggap sangat penting dan dinamis. Mereka lebih cenderung memiliki implikasi kebijakan. Tapi hasil yang tidak diinginkan adalah bahwa biasproinovasi disuntikkan ke dalamnya studi difusi.
Kontribusi dan Kritik Penelitian Difusi


LANGKAH MENUJU BIAS PRO-INOVASI
Bagaimana bias pro-inovasi dapat diatasi?
1. Alternatif pendekatan penelitian untuk mengirim pengumpulan data hoc
tentang bagaimana suatu inovasi telah menyebar harus dieksplorasi. Kami pikir
penelitian difusi itu tidak perlu harus dilakukan setelah sebuah inovasi telah menyebar sepenuhnya kepada anggota sistem (Gambar 3-1). Orientasi ke belakang seperti itu ke sebagian besar difusi penelitian membantu mengarahkan mereka ke konsentrasi pada inovasi yang sukses. Tetapi juga dimungkinkan untuk menyelidiki difusi suatu inovasi
sementara proses difusi masih berlangsung (Gambar 3-2). Bahkan, terutama jenis penyelidikan difusi yang kuat akan menjadi salah satunya data dikumpulkan pada dua atau lebih poin selama proses difusi (Bukan hanya setelah difusi selesai). Penulis telah menyetujui menyalurkan seperti jenis studi difusi dalam-proses. Wajahnya pasti
masalah juga (Rogers et al, 1975; Agarwala-Rogers et al, 1977). Untuk Misalnya, hasil pengumpulan data pertama kami (ketika inovasi hanya diadopsi oleh individu yang relatif sedikit) dilaksanakan oleh agen perubahan menjadi serangkaian strategi difusi baru yang
Memfasilitasi proses difusi yang kemudian kita pelajari.
Difusi Inovasi Masalah sosial tertentu memang bisa bersifat individual, dan itu
solusi yang efektif untuk masalah ini mungkin harus berurusan dengan perubahan
faktor-faktor individual ini. Tetapi dalam banyak kasus penyebab sosial
masalah terletak pada sistem di mana individu menjadi bagiannya. Ameliora kebijakan sosial tive yang terbatas pada intervensi individu tidak akan sangat efektif dalam memecahkan masalah tingkat sistem.
ALASAN UNTUK SYSTEM-BLAME
Mungkin dapat dimengerti (meskipun disesalkan) bahwa agen perubahan
jatuh ke dalam perangkap mental individu-menyalahkan memikirkan mengapa mereka
klien tidak mengadopsi inovasi. Tapi mengapa dan bagaimana difusi
penelitian juga mencerminkan orientasi menyalahkan diri sendiri seperti itu?
1. Seperti yang telah kami nyatakan sebelumnya, beberapa peneliti difusi
kecuali definisi masalah yang mereka pelajari dari penelitian mereka. Dan jika sponsor penelitian adalah perubahan agen dengan bias menyalahkan individu, sarjana difusi sering
mengambil orientasi menyalahkan individu. Penelitian selanjutnya mungkin
kemudian berkontribusi, pada gilirannya, menuju kebijakan sosial dari kesalahan individu
alam. "Penelitian seperti itu sering memainkan peran integral dalam rantai
peristiwa yang menghasilkan menyalahkan orang dalam situasi sulit untuk mereka Difusi Inovasi kesulitan sendiri "
2. Alasan lain yang mungkin untuk bias menyalahkan individu di beberapa
penelitian difusi adalah bahwa peneliti mungkin merasa bahwa dia atau dia
sebagian besar tidak berdaya untuk mengubah faktor-faktor sistem-menyalahkan, tetapi individual-variabel menyalahkan mungkin lebih setuju untuk berubah. Variabel tingkat sistem
variables, terutama jika mereka melibatkan perubahan struktur sosial sistem, mungkin memang sulit untuk diubah. Tetapi langkah pertama menuju sistem
perubahan mungkin bagi para ilmuwan sosial untuk mendefinisikan (atau mendefinisikan kembali) suatu sosial masalah lebih akurat. Kami akan memiliki lebih banyak tentang struktural berubah di bagian selanjutnya pada penelitian difusi di negara berkembang,
di mana struktur sosial sering menjadi penghalang kuat bagi difusi Inovasi.
3. Individu seringkali lebih mudah diakses oleh peneliti difusi objek untuk studi daripada sistem, dan alat-alat penelitian yang paling berbeda peneliti fusi memimpin mereka untuk fokus pada individu sebagai unit analisis. Paradigma difusi menuju difusi sarjana di
arah melakukan survei terhadap calon pengadopsi individu; untuk
Misalnya, Ryan dan Gross (1943) mempelajari petani Iowa individu.
Pengumpulan data dari agensi perubahan menyebarkan inovasi
Kontribusi dan Kritik Penelitian Difusi dan / atau organisasi litbang yang menghasilkan inovasi tidak bagian dari studi difusi prototipikal. Pejabat dalam sistem seperti itu mungkin
setidaknya sama untuk "menyalahkan" masalah difusi tertentu, seperti juga
pengadopsi potensial (yang merupakan objek studi difusi biasa.
Caplan dan Nelson (1973) mengajukan pertanyaan retoris: "Mengapa demikian
kita secara konstan mempelajari yang miskin daripada yang tidak miskin agar tidak
memahami asal-usul kemiskinan? "Satu jawaban adalah bahwa sebagian besar ilmu sosial
tists yang melakukan penelitian difusi adalah spesialis dalam melakukan
survei pengadopsi potensial. Keterampilan penelitian khusus ini membantu
menyalurkannya ke dalam definisi definisi difusi perseorangan.
dan jauh dari sudut pandang sistem-menyalahkan. Di sini kita melihat ujian-
ple dari Kaplan (1964) Law of the Hammer: "Itu tidak khusus kejutan untuk menemukan bahwa seorang ilmuwan merumuskan masalah dengan cara yang membutuhkan solusi mereka hanya teknik-teknik di mana dia dirinya sangat terampil "(Kaplan, 1964, hal. 31). Mungkin itu adalah catatan layak bahwa tradisi penelitian difusi antropologi, yang
tidak melakukan survei, mungkin paling tidak menerima titik pandang saling menyalahkan, dan kemungkinan besar menunjuk ke sistem menyalahkan aspek masalah difusi.






MENGATASI BIAS INDIVIDU-BLAME
Bagaimana lagi bias bias orang itu bisa terlampaui :
1. Peneliti harus berusaha untuk tetap berpikiran terbuka tentang
penyebab masalah sosial, setidaknya sampai data eksplorasi
berkumpul, dan dengan menjaga terhadap menerima agensi perubahan '
definisi masalah difusi, yang cenderung dalam hal
menyalahkan individu.
* SEBUAH  hubungan didefinisikan sebagai individu yang menghubungkan dua atau lebih geng dalam suatu sistem, tetapi siapa bukan anggota dari klik mana pun Difusi Inovasi
2. Semua peserta harus dilibatkan, termasuk potensi pengadopsi, dalam definisi masalah difusi, lebih tepatnya daripada hanya orang-orang yang mencari ameliorasi masalah.
3. Variabel struktural sosial dan komunikasi harus dikonversikan
menyamping, serta variabel intraindividual, dalam repencarian.

Dalam bab ini, kami membahas empat kritik utama tentang difusi ulang cari :
(1) bias pro-inovasi, implikasi dari sebagian besar difusi penelitian bahwa suatu inovasi harus disebarkan dan diadopsi oleh semua anggota sistem sosial, bahwa itu harus menyebar lebih cepat, dan bahwa inovasi seharusnya tidak diciptakan kembali atau ditolak
(2) bias menyalahkan individu,kecenderungan untuk memegang respon individu untuk masalah-masalahnya, daripada sistem yang mana individual adalah bagian;
(3) masalah ingat dalam penelitian difusi yang mungkin terjadi karena ketidaktepatan ketika responden diminta untuk mengingat waktu di mana mereka mengadopsi ide baru; dan
(4) masalah kesetaraan dalam difusi inovasi, sebagai kesenjangan sosial-ekonomi antara
anggota sistem sosial sering dilebarkan sebagai akibat dari penyebaran
ide-ide baru. Alternatif untuk pendekatan penelitian difusi biasa adalah
diusulkan untuk mengatasi masing-masing empat kritik difusi ini
penelitian. Akhirnya, kami menggambarkan prosedur meta-riset yang dilalui
generalisasi dalam buku ini diturunkan.
Meta-research adalah sintesis hasil penelitian empiris menjadi kesimpulan yang lebih umum
pada tingkat teoritis. Langkah pertama dalam pendekatan ini adalah untuk menjelaskan semuanya konsep. SEBUAH konsep adalah dimensi yang dinyatakan dalam istilah paling dasar. Selanjutnya, kami mempostulatkan hubungan antara dua konsep dalam bentuk
Sebuah hipotesis teoretis.
Suatu hipotesis teoretis diuji oleh suatu menanggapi hipotesis empiris,
yang merupakan hubungan yang didalilkan antara dua ukuran operasional konsep. Sebuah operasi adalah referensi empiris dari sebuah konsep. Hipotesis empiris sering accepted atau ditolak atas dasar uji statistik signifikansi, tetapi kriteria lain dapat digunakan. Akhirnya, hipotesis teoretis adalah porting atau ditolak dengan menguji hipotesis empiris yang sesuai,
menghasilkan akhirnya dalam serangkaian generalisasi kisaran tengah. Kita
percaya bahwa generalisasi kisaran tengah adalah batu loncatan
lebih banyak teori umum tentang perubahan perilaku manusia, begitu mereka
strakted ke tingkat generalitas yang lebih tinggi.





Platform Merdeka Mengajar Untuk Merdeka Belajar

  Platform Merdeka Mengajar  Untuk Merdeka Belajar Platform Merdeka Mengajar dipersembahkan untuk mempermudah guru mengajar sesuai kemampuan...